Pages

Thursday, August 6, 2009

Kisah Sahabat Siri 3

ABDULLAH BIN HUDZAFAH AS—SAHMY

“Hendaklah setiap kaum muslimin mencium kepala ` ‘Abdullah bin Hudzafah. Nah Aku yang memulainya”! (‘Umar bin Al Khatthab).
Pahlawan yang kita kisahkan ini, sahabat Rasulullah S.A.W. bernama: ‘ABDULLAH BIN HUDZAFAH AS—SAHMY.
Sebelumnya sejarah membiarkannya begitu sahaja, seperti jutaan orang-orang ‘Arab lainnya. Tetapi Islamlah yang kemudian menugaskan ‘Abdullah bin Hudzhafah menemui dua orang raja besar dunia pada zamannya, yaitu Kisra, Maharaja Persia, dan Kaisar Agung, Maharaja Romawi. Pertemuan ‘Abdullah dengan kedua raja dunia itu abadi dalam sejarah, dan mewarnai perjalanan sejarah itu sèndiri.
Pertemuan ‘Abdullah bin Hudzafah dengan Kisra, Maharaja Persia, terjadi pada tahun keenam Hijriyah, iaitu ketika Rasulullah saw. mulai mengembangkan Dakwah Islam ke seluruh pelosok dunia. Ketika itu beliau berda’wah melalui surat kepada raja-raja ‘Ajjam (non Arab), mengajak mereka masuk Islam.
Rasullulah saw. telah memperhitungkan risiko yang mungkin timbul dalam pekerjaan penting ini. Para utusan akan dihantarkan ke negeri-negeri asing yang belum mereka kenal selama ini. Mereka tidak faham bahasa negeri-negeri yang mereka tuju, belum mengenal seluk-beluk pemerintahan, sosial, dan budayanya. Tetapi mereka harus pergi ke sana mengajak raja-raja asing itu meninggalkan agama mereka semula dan agar mereka menanggalkan kemegahan dan kekuasaaan mereka, untuk tunduk kepada agama Islam yang dianut oleh suatu bangsa yang kemaren menjadi rakyat taklukan mereka.
Memang suatu tugas yang berat dan berbahaya. Pergi ke sana berarti hilang. Kalau berjaya kembali, berarti suatu kelahiran baru. Karena itu Rasulullah saw. mengumpulkan para sahabat, kemudian beliau berpidato dihadapan mereka. Seperti biasa, mula-mula Rasulullah saw. memuji Allah swt. dan membaca tasyahhud. Sesudah itu beliau berkata:
“Sesungguhnya aku telah merencanakan hendak mengirim beberapa orang di antara kalian kepada raja raja ‘Ajam. Karena itu janganlah kalian menolak gagasan ku, seperti Bani Israil menolak gagasan Isa bin Maryam.”
Jawab para sahabat, “Kami senantiasa siap melaksanakan segala perintah Rasulullah. Kami bersedia dikirim ke. mana saja dihendaki Rasulullah.”
Rasulullah menunjuk enam orang sahabat untuk menyampaikan surat beliau kepada raja-raja ‘Arab dan ‘Ajam. Salah seorang di antara mereka ialah ‘Abdullah bin Hudzafah As-Sahmy, dipilih beliau untuk menyampaikan surat kepada Kisra Abrawiz, Maharaja Persia.
‘Abdullah bin Hudzafah telah menyiapkan kendaraannya untuk berangkat. Anak-anak dan keluarganya ditinggalkannya untuk dijaga kepada para sahabat. Kemudian dia berangkat ke tujuannya, mengikat tugas Rasulullah dengan semangat dan tanggung jawab penuh. Gunung yang tinggi didakinya; lurah yang dalam dituruninya. Dia berjalan seorang diri, tiada berteman selain Allah swt.
Akhirnya ‘Abdullah bin Hudzafah tiba di ibu kota Persia. Dia minta izin masuk untuk bertemu dengan Kisra. ‘Abdullah memberitahukan kepada pengawal, bahwa dia utusan Rasulullah untuk menyampaikan surat kepada Kisra. Pengawal memberitahu Kisra, ada utusan membawa surat untuk Baginda.
Kisra memanggil segala pembesar supaya hadir ke majlis Kisra. Kemudian Kisra mengizinkan ‘Abdullah bin Hudzafah masuk menghadap baginda di majlis yang serba gemilang itu.
‘Abdullah mengadap dengan pakaian sederhana, seperti kesederhanaan orang-orang Islam, tetapi kepalanya tegak, jalannya tegap. Dalam tulang belulangnya mengalir keperkasaan Islam. Di dalam hatinya menyala kekuasaan Iman.Tatkala Kisra melihat ‘Abdullah menghadap, dia memberi isyarat kepada pengawal supaya menerima surat yang dibawa ‘Abdullah. Tetapi ‘Abdullah menolak memberikannya kepada pengawal.
Kata ‘Abdullah, “Jangan...! Rasulullah memerintahkan supaya memberikan surat ini langsung ke tangan Kisra tanpa perantara Aku tidak mahu menyalahi perintah Rasulullah”
Kata Kisra kepada pengawal, “Biarkan dia mendekat kepadaku!”
‘Abdullah menghampiri Kisra, kemudian surat itu diberikannya ketangan Kisra sendiri. Kisra memanggil sekretaris kebangsaan ‘Arab, berasal dari Hirah.’ Kemudian Kisra memerintahkan sekretaris itu membuka surat tersebut di hadapan baginda dan menyuruh membacakan isinya:
“Dan Muhammad Rasulullah, kepada Kisra, Maharaja Kisra.
Berbahagialah siapa yang mengikut petunjuk....”
Baru sampai di situ sekretaris membaca surat, api kemarahan menyala di dada Kisra. Mukanya merah, dan urat lehernya membengkak. Hal itu ialah karena Rasulullah menyebut nama beliau sendiri lebih dahulu sebelum menuliskan nama Kisra. Lalu Kisra merebut surat tersebut dari tangan sekretaris, dan mengoyaknya tanpa mengetahui isi surat selanjutnya.
Kisra berteriak, “Berani! Berani sungguh dia menulis seperti itu kepadaku....! padahal dia budakku...!”
Lalu diperintahkannya mengusir ‘Abdullah bin Hudzafah dari majlis.
‘Abdullah bin Hudzafah keluar dari Majlis Kisra. Dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi pada dirinya sesudah itu. Mungkin dia akan dibunuh dan mungkin pula akan tetap hidup di dunia bebas. Tetapi tidak lama ‘Abdullah berpikiran begitu, ia pun berkata kepada dirinya sendiri, ‘Demi Allah! Aku tidak peduli apa pun yang akan terjadi. Yang penting tugas yang dibebankan Rasulullah kepadaku telah kulaksanakan dengan baik. Surat Rasulullah telah ku sampaikan ke tangan orang yang berkenaan.”
Lalu dengan segera dia melompat naik kendaraannya, dan berpacu secepat-cepatnya.
Setelah kemarahan Kisra Abrawiz agak mereda, diperintahkannya pula para pengawal supaya menghadapkan ‘Abdullah kembali. Tetapi ‘Abdullah sudah tidak ada di tempatnya. Para pengawal mencari ‘Abdullah, namun Jejaknya pun tidak dapat mereka temui. Mereka menyusuli ‘Abdullah di jalan yang menuju ke Jazirah ‘Arab. Tetapi ‘Abdullah sudah jauh, sehingga tidak mungkin ditemui oleh mereka. Setibanya ‘Abdullah di hadapan Rasulullah, dilaporkannya segala kejadian yang dilihat dan dialaminya, dan perbuatan Kisra mengoyak surat beliau.
Mendengar laporan ‘Abdullah, Rasulullah berkata ‘
“Semoga Allah mengoyak-rabak kerajaannya pula”!
Kisra menulis surat kepada Badzan, wakil baginda di Yanian untuk menangkap Rasulullah, kemudian membawa beliau ke hadapan Kisra. Badzan segera melaksanakan perintah Maharaja Persia itu. Badzan mengirim dua orang yang terpilih untuk menangkap Rasulullah, disertai sepucuk surat untuk beliau. Surat itu memerintahkan Rasulullah agar segera berangkat menghadap Kisra, bersama-sama dengan kedua orang itu tanpa berlengah.
Badzan memerintahkan pula kepada kedua utusannya supaya menyelidiki dengan seksama di mana Rasulullah berada, agar urusan dapat berjalan dengan lancar, dan supaya melapor kepadanya disetiap waktu apa yang berlaku.
Kedua utusan Badzan segera berangkat. Maka dalam tempoh yang singkat keduanya telah sampai di Thaif. Di sana mereka bertemu dengan para pedagang suku Quraisy. Keduanya bertanya kepada para pedagang di mana Rasulullah berada. Para pedagang mengatakan, “Muhammad berada di Yatsrib/Madinah.” Kemudian para pedagang itu meneruskan perjalanan mereka ke Makkah. Setibanya di Makkah, mereka menyiarkan berita gembira kepada penduduk Makkah. Kata mereka, “Tenanglah kalian...! Kisra akan membunuh si Muhammad, dan melindungi kalian dari kejahatannya.”
Kedua utusan Badzan terus ke Madinah. Mereka langsung menemui Rasulullah dan menyampaikan surat Badzan kepada beliau:
Kata mereka, “Kisra, Maharaja Persia mengirim surat kepada Raja kami, Badzan, memerintahkan kami menemui Anda. Kisra memerintahkan kami supaya membawa Anda bersama-sama dengan kami menghadap baginda. Jika Anda berkenan pergi bersama-sama kami, Kisra mengatakan, itulah yang sebaik-baiknya bagi Anda, karena baginda tidak akan menghukum Anda. Tetapi jika Anda mengabaikan perintah Baginda, Anda tentu sudah tahu, baginda sangat berkuasa untuk membinasakan Anda!”
Rasulullah saw. tersenyum-senyum mendengar perkataan utusan Badzan.
Baginda berkata kepada mereka, “Sebaiknya Tuan-tuan beristirahatlah terlebih dahulu sampai besok. Besok pagi tuan- tuan boleh kembali ke sini!”
Besok pagi kedua utusan itu datang kembali menemui Rasulullah, sesuai dengan janji.
Kata mereka, “Sudah siapkah Anda berangkat bersama-sama dengan kami menemui Kisra?”
Jawab Rasulullah, “tidak dapat lagi kamu bertemu dengan Kisra sesudah hari ini Kisra telah dibunuh oleh anaknya sendiri “Syirwan”, pada jam sekian, detik sekian, hari dan bulan itu.” Kedua utusan Badzan melihat wajah Rasulullah saw. dengan mata terbelalak kehairanan.
“Sedarkah Anda dengan ucapan Anda?” tanya mereka. “Bolehkah kami tulis ucapan Anda itu untuk Badzan?”
“Silakan...! Bahkan boleh Tuan-tuan tambahkan, bahwasanya agamaku akan mencapai seluruh kawasan kerajaan Kisra. Jika Badzan masuk Islam, maka wilayah yang berada di bawah kekuasaannya akan saya serahkan kepadanya. Kemudian Badzan sendiri akan aku angkat menjadi raja bagi rakyatnya.” jawab Rasulullah yakin.
Kedua utusan Badzan meninggalkan Rasulullah s.a.w. Mereka kembali menghadap Badzan. Mereka melapor kepada Badzan pertemuannya dengan Rasulullah s.a.w., dan menyampaikan pesan beliau kepadanya.
Kata Badzan, “Jika apa yang dikatakan Muhammad itu benar, sesungguhnya dia seorang Nabi. Jika tidak, ucapannya itu hanya mimpi belaka.”
Tidak berapa lama kemudian, tibalah surat Syirwan kepada Badzan. Kata Syirwan;
“Kisra telah saya bunuh. Aku terpaksa membunuhnya karena dia menindas rakyat kami. Para bangsawan telah kami habiskan. Wanita-wanita mereka kami tawan. Dan harta benda mereka kami rampas. Maka bila suratku ini telah engkau baca, kamu dan rakyatmu hendaklah menyatakan tunduk kepadaku!”
Selesai membaca surat itu, Badzan mengumumkan kepada seluruh rakyatnya, mulai saat ini dia masuk Islam - Mendengar pengumumannya itu, maka Islam pula segala pembesar dan orang-orang keturunan Persia yang berada di Yaman.
Itulah kisah pertemuan ‘Abdullah bin Hudzafah As Sahmy dengan Kisra, Maharaja Persia.
Nah...! Bagaimana pula kisah pertemuannya dengan Kaisar Agung, Maharaja Rum?
Pertemuan ‘Abdullah bin Hudzafah As Sahmy dengan Kaisar Agung, terjadi pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin Al Khathab Al Faruq. Kisahnya merupakan kisah yang amat mengagumkan.
Pada tahun kesembilan belas Hijriyah, Khalifah ‘Umar mengirim angkatan perang kaum muslimin memerangi kerajaan Rum. Dalam pasukan itü terdapat seorang perwira senior, ‘Abdullah bin Hudzafah As Sahmy, Kaisar Rum telah mengetahui keunggulan dan sifat-sifat tentara muslimin. Sumber kekuatan mereka ialah Iman yang membara, dan kedalaman ‘aqidah, serta keberanian mereka menghadapi maut. Mati fisabilillah menjadi tekad dan cita-cita hidup mereka.
Kaisar memerintahkan kepada para perwiranya;
“Jika kalian berhasil menawan tentara muslimin, jangan kalian bunuh mereka. Tetapi bawa ke hadapanku!”
Ditakdirkan Allah, ‘Abdullah bin Hudzafah tertawan. ‘Abdullah dibawa mereka ke hadapan Baginda Kaisar.
Kata mereka, “Tawanan ini adalah sahabat Muhammad. Dia termasuk sahabat senior, dari kelompok yang pertama memeluk Islam. Dia tertawan, lalu kami bawa ke hadapan Paduka.”
Lama juga kaisar memperhatikan ‘Abdullah bin Hudzafah. Sesudah itu baru dia berkata, “Saya hendak menawarkan sesuatu kepada engkau.”
“Apa yang hendak Anda tawarkan?” tanya Abdullah.
‘Mahukah engkau masuk agama Nasrani? Jika engkau mahu, saya bebaskan engkau, kemudian saya beri pula hadiah besar,” kata Kaisar.
‘Abdullah bernafas dalam-dalam, lalu menjawab:
‘Yaah ...., aku lebih suka mati seribu kali daripada menerima tawaran Anda,” kata ‘Abdullah mantap.
Kata Kaisar, “Saya lihat engkau seorang perwira yang pintar. Jika engkau mahu menerima tawaranku, saya angkat engkau menjadi pembesar kerajaan, dan saya bagi kekuasaan saya dengan engkau.”
‘Abdullah yang dibelengu itu tersenyum. Kemudian ia berkata; “Demi Allah! Seandainya Anda berikan kepadaku semua kerajaan Anda, ditambah dengan semua kerajaan ‘Arab, agar aku keluar dari agama Muhammad agak sebentar saja, percayalah aku tidak dapat menerimanya.”
Kata Kaisar, “Kalau begitu, saya bunuh engkau!”
Jawab ‘Abdullah, “Silakan...! Lakukanlah sesuka Anda!”
‘Abdullah disuruhnya ikat di kayu salib. Kemudian diperintahkannya tukang panah memanah lengan ‘Abdullah.
Sesudah itu Kaisar bertanya, “Bagaimana...? Maukah engkau masuk agama Nasrani?”
“Tidak!” kata ‘Abdullah.
‘Panah kakinya!” perintah Kaisar.
Maka dipanah orang pula kakinya.
“Nah! Maukah engkau pindah agama?” tanya Kaisar memujuk
‘Abdullah tetap menolak.
Sesudah itu Kaisar menyuruh hentikan siksaan dengan panah, lalu ‘Abdullah diturunkan dari tiang salib. Kemudian Kaisar meminta sebuah kuali besar, lalu dituangkan minyak ke dalamnya dan diletakkan orang di atas tungku api. Setelah minyak menggelegak, Kaisar meminta dua orang tawanan muslim. Seorang diantaranya disuruhnya lemparkan ke dalam kuali. Sebentar kemudian, daging orang itu hancur sehingga keluar tulang belulangnya.
Kaisar menoleh kepada ‘Abdullah, dan memujuknya masuk Nasrani. Tetapi ‘Abdullah menolak lebih keras. Setelah Kaisar putus asa, diperintahkannya melemparkan ‘Abdullah ke dalam kuali. Ketika pengawal menggiring ‘Abdullah ke dekat kuali, ‘Abdullah menangis.
Para pengawal mengatakan kepada Kaisar, ‘Dia menangis, Paduka!”
Kaisar menduga, tentu ‘Abdullah menangis karena takut mati.
Kata Kaisar, “Bawa dia kembali kepadaku!”
‘Abdullah berdiri kembali di hadapan Kaisar.
Kaisar menanyakan apakah ‘Abdullah mau menjadi Nasrani. Dengan Iman yang kokoh kuat, ‘Abdullah tetap menolak pujukan Kaisar.
Kata Kaisar, “Celaka...! Mengapa engkau menangis?”
Jawab Abdullah, “Aku menangis karena keinginanku selama ini tidak terkabul. Aku ingin mati di medan tempur perang fisabiillah. Ternyata kini, aku akan mati hancur dalam kuali.”
“Maukah engkau mencium kepalaku? Nanti kubebaskan engkau!” kata Kaisar dengan angkuh.
Jawab Abdullah, “bebas beserta semua kawan-kawan tawanan muslim?”
Jawab Kaisar, “Ya, saya bebaskan engkau berserta semua tawanan muslim.”
‘Abdullah berpikir sejenak, “Aku harus mencium kepala musuh Allah. Tetapi aku dan kawan-kawan yang tertawan bebas. Ah.. tidak ada ruginya.”
“Abdullah menghampiri Kaisar, lalu diciumnya kepala musuh Allah itu.
Sesudah itu Kaisar memerintahkan para pengawal mengumpulkan semua tawanan muslim untuk dibebaskan dan diserahkan kepada ‘Abdullah bin Hudzafah.
Setibanya ‘Abdullah bin Hudzafah di hadapan Khalifah ‘Umar bin Al Khathab, dilaporkannya kepada beliau semua yang dialaminya serta pembebasannya bersama sejumlah tentara muslimin yang tertawan. Khalifah sangat gembira mendengarkan laporan ‘Abdullah. Ketika Khalifah memeriksa prajurit muslim yang tertawan dan bebas bersama-sama ‘Abdullah, beliau berkata, “Sepantasnyalah setiap orang muslim mencium kepala ‘Abdullah bin Hudzafah. Nah...! Aku yang memulai....!”
Khalifah berdiri seketika itu juga, lalu mencium kepala ‘Abdullah bin Hudzafah As Sahmy.
***

No comments: